بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله الذى ارسل رسوله كافة للناس و انزل عليه شفاء لما فى الصدور والصلاة والسلام على رسول الله خير اأنام وسيد المرسلين وعلى اله و صحبه اما بعد

Karena keanekaragaman dialek orang orang Arab maka Rosululloh  memohon kepada Alloh agar diajari cara membaca Al Qur’an dengan beberapa model untuk memudahkan para sahabat didalam membacanya seperti tersebut dalam riwayat Imam Muslim.

 

قال رسول الله صلى الله عليه وصلم أَقْرَأَنِيْ جِبْرِيْلُ عَلَى حَرْفٍ فَرَاجَعْتُهُ فَلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيْدُهُ وَ يَزِِيْدُنِيْ حَتَّى انْتَهَى عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ

Kemudian Nabi mengajarkan bermacam-macam cara membaca Al Qur’an tersebut kepada para sahabatnya. Sebagian ada yang belajar seluruhnya adapula yang belajar hanya sebagian model karena keterbatasan waktu, sehingga kadang terjadi sedikit salah faham diantara beberapa sahabat yang berbeda cara membacanya karena belum tahu bahwa “ unzilal qur’anu ‘ala sab’ati ahruf.”

Para sahabat inilah yang kemudian mengajarkan bacaan Quran ini kepada para tabi’in dan selanjutnya berantai kepada golongan tabi’ittabi’in. Pada masa inilah , seperti halnya hadis, banyak bermunculan model bacaan Qur’an yang semuanya mengaku bersumber dari Nabi.Sehingga para ulama akhir abad kedua hijriah , seperti halnya hadis, mulai meneliti mana bacaan yang betul-betul bersumber dari Nabi atau hanya sekedar iftiro’.

Ada tiga  acuan  yang menjadi sarat diterimanya satu model bacaan yaitu :

1.Sanad atau mata rantai bacaan itu kepada Rosululloh haruslah mutawatir, artinya semua perowinya  harus tsiqoh, tidak tercela , dhobit , dan jumlahnya cukup banyak pada tiap-tiap tingkatan perowi.

2.Harus sesuai dengan rasm utsmaniy.

3.Harus sesuai dengan kaidah bahasa arab.

Dari situlah kemudian dikenal 6 tingkatan qiroat ya’ni : Mutawatir, Masyhur, Ahad, Syadz, Mudroj, dan Maudhu’.

Alhamdulillah berkat kesungguhan para ulama’ sebagian dari qiro’at yang mutawatir itu sampai kepada kita  dengan ‘adzban wa salsalan,sebagaimana telah dijanjikan Allah

.إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَاالذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَفِظُوْنَ الحجر 9

Diantaranya adalah bacaan tujuh yang dipopulerkan oleh tujuh Imam Qurro’.Sebagai penghargaan terhadap mereka , juga untuk memudahkan penyebutan, maka nama masing-masing bacaan dinisbatkan/ diambilkan dari nama Imam Qiro’at yang telah mempopulerkan bacaan tersebut. Sehingga kita menyebut bacaan yang diajarkan oleh Imam Nafi’ dengan Qiro’at Nafi’, bacaan yang diajarkan Imam ‘Asim dengan Qiro’t  ‘Asim dst.

Kemudian oleh para ulama’ ahli bacaan , seperti Imam Umar Ad Daniy dan Imam Asy Syatibiy, dari masing-masing qiroat itu diambil 2 riwayat .Sebagai contoh dari Qiro’at Nafi’ diambil riwayat Qolun dan Warsyi.Jadi apabila kita akan membaca Qiro’at Nafi’ kita punya  dua pilihan riwayat qolunkah atau riwayat warsyi.Ini berarti bahwa dari qiro’at sab’ah ini kita punya 14 riwayat/model cara membaca

Dalam “Hirzul Amaniy” atau lebih masyhur dengan sebutan “Syatibiyah” nama-nama Imam Qurro’ beserta 2 periwayatnya dirinci pada bait ke-25.sampai 40 dari muqoddimah.

فَأَمَّاالْكَرِيْمُ السِّرُّ فِي الطِّيْبِ نَافِعٌ  #  فَذَاكَ الَّذِيْ اخْتَارَالْمَدِيْنَةَ مَنْزِلاً

وَقَالُوْنُ عِيْسَى ثُمَّ عُثْْمَانُ وَرْشُهُمْ  #  بِصُحْبَتِهِ الْمَجْدَ تَأَثُّلاً

1. Imam Nafi’ bin Abdirrohman Abu Nu’aim Al-laitsi { 70 – 169 H }imam bacaan di

Kota Madinah , adapun dua periwayatnya adalah :

a.       Qolun, Abu Musa Isa bin Mina  { 120 – 220 H }

b.      Warsyi, Usman bin Sa’id Al-mishri  { 110 – 197 H }

وَمَكَّةُ عَبْدُ اللهِ فِيْهَا مُقَامُهُ  #  هُوَ ابْنُ كَثِيْرٍ كَائِرُ الْقَوْمِ مُعْتَلَى

رَوَى أحْمَدُ الْبَزِّي لَهُ وَ مُحَمَّدٌ  #  عَلَى سَنَدٍ وَهُوَالْمُلَقَّبُ قُنْبُلاً

2. Imam Ibnu Katsir, Abu Ma’bad Abdulloh bin KatsirAl-makki  { 45 – 120 H } imam

Qiro’at di Makkah Al-mukarromah. Dua riwayatnya yaitu :

a.       Al-Bazzi, Ahmad bin Muhammad bin Abdulloh bin Abu Bazzah { 170 – 250 H }.

b.      Qunbul, Muhammad bin Abdurrohman bin Muhammad Al-makhzumi { 195 – 291 H }

وَأَمَّاالإِمَامُ الْمَازِنِيُّ صَرِيْحُهُمْ  #  أَبُوْ عَمْرٍوالْبَصْرِيُّ فَوَالِدُهُ الْعَلا

أَفَاضَ عَلَى يَحْيَى الْيَزِيْدِيُّ سَيْبَهُ  #  فَأَصْبَحَ بِالْعَذْبِ الْفُرَاتِ مُعَلَّلاً

أبُوْ عُمَرَ الدُّوْرِيُّ وَصَالِحُهُمْ أَبُوْ  #  شُعَيْبٍ هُوَ السُّوْسِيُّ عَنْهُ تَقَبَّلاً

3.  Imam Abu ‘Amr, Zabban bin Al-‘ala’ bin ‘Ammar { 68 – 154 H } ahli qur’an yang

Muqim di kota Basrah, mempunyai 2 rowi :

a.       Ad-Duuri, Abu Umar Hafs bin Umar , wafat tahun 246 H.

b.      As-Susi, Abu Syu’aib Solih bin Ziyad As Susi , wafat tahun 261 H.

وَأَمَّا دِمشْقُ الشَّامِ دَارُ ابْنِ عَامِرٍ  #  فَبِلْكَ بِعَبْدِ اللهِ طَابَتْ مُحَلَّلاً

هِشَامٌ وَ عَبْدُ اللهِ وَهُوَانْتِسَابُهُ  #  لِذَكْوَانَ بلأِسْنَادِ عَنْهُ تَنَقَّلاَ

4.  Imam Ibnu ‘Amir, Abdulloh bin ‘Amir Al-Yahsubiy { 21 – 118 H } sebagai

Imam bacaan di kota Damaskus dan wilayah Syam pada umumnya. Riwayatnya :

a.       Hisyam bin ‘Ammar  Ad-Dimasyqib{ 153 – 245 H }

b.      Ibnu Dzakwan, Abu ‘Amir Abdulloh bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan

Ad-Dimasyqi { 173 – 242 H }.

وَبِالْكُوْفَةِالْغَرَّاءِ مِنْهُمْ ثَلاَثَةٌ  #  أَذَاعُوْ فَقَدْ ضَاعَتْ شَذًا وَقُرَنْقُلاً

فَأَمَّا أَبُوْ بَكْرٍ وَ عَاصِمٌ اسْمُهُ  #  فَشُعْبَةُ رَاوِيْهِ الْمُبَرَّزُ أَفْضَلاً

وَّذََاكَ ابْنُ عَيَّاشٍ أَبُوْ بَكْرٍالرِّضَا  #  وَ حَفْصٌ وَبِاْلإِتْقَانِ كَانَ مُفَضَّلاً

5.  Imam ‘Ashim, Abu Bakar bin Abun-Najjad Al-Asadi, wafat di Kufah tahun 128 H.

Dengan dua riwayat :

a.       Syu’bah, Abu Bakar bin ‘Ayasy bin Salim Al-asadiy { 95 – 193 H }

b.      Hafs, Abu ‘Amr bin Sulaiman bin Al Mughiroh { 90 – 180 H }

وَحَمْزَةُ مَاأَزْكَاهُ مِنْ مُتَوَرِّعٍ  #  إِمَامًا صَبُوْرًا لِلْقُرْأَنِ مُرَتِّلاً

رَوَى خَلَفٌ عَنْهُ وَخَلاَّدٌ الَِّّذيْ  #  رَوَاهُ سٌلَيْمٌ مُتْقَنًا وَمُحَصّضلاً

6.  Hamzah bin Hubaib Az-Zayyat  { 80 – 156 H }, dua perowinya adalah :

a.  Kholaf, Abu Muhammad bin Hisyam Al Bazzaz { 150 – 220 H }

b.  Khollaad, Abu Isa bin Kholid As-Sa-irofiy , wafat tahun  220 H.

وَأَمَّا عَلِيٌّ فَالْكِسَائِيُّ نَعْتُهُ  #  لِمَا كَانَ فِيْ الإِحْرَامِ تَسَرْبَلاً

رَوَى لَيْثُهُمْ عَنْهُ أَبُوْ الْحَارِثِ الرِّضَا  #  وَ حَفْصٌ هُوَ الدُّوْرِي وَفِيْ الذِّكْرِ قَدْ خَلاَ

ِ7.  Al-Kisaai-i, Abul Hasan Ali bin Hamzah, wafat 189 H. Periwayatnya adalah :

  1. Abul Harist, Allaitsu bin Kholid Al-Baghdadiy, wafat 240 H.
  2. Ad-Duri, yang telah disebut diatas sebagai rowi Abu ‘Amr.

 

Kemudian oleh Imam Satibi dibuatlah rumus-rumus untuk masing-masing qiroat dan riwayat agar memudahkan  dalam penghafalan. { bait 45 }

جَعَلْتُ أَبَا جَادٍ عَلَى كُلِّ قَارِئٍ  #  دَلِيْلاً عَلَى الْمَنْظُوْمِ أَوَّلَ أَوَّلاً

رموز الشاطبية ومدلولاتها

ا

نافع

ن

عاصم

ب

قالون

ص

شعبة

ج

ورش

ع

حفص

د

ابن كثير

ف

حمزة

ه

بزى

ض

خلف

ز

قنبل

ق

خلاد

ح

ابو عمرو

ر

الكسائي

ط

الدوري

س

ابو الحارث

ي

السوسي

ت

الدوري علي

ك

ابن عامر

 

ل

هشام

 

م

ابن ذكوان

 

 

Apabila  perbedaan cara membaca pada suatu huruf disebut dengan nama imam qiroat/ rumus qiroat  ,itu berarti bahwa perbedaan itu berlaku untuk dua riwayatnya. Akan tetapi kalau perbedaan itu dinisbatkan pada riwayat/ rumus riwayat , itu berarti bahwa perbedaan tersebut hanya untuk riwayat  itu, sedangkan  satu riwayat yang lain tidak begitu. Contoh :

وَمَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ رَاوِيْهِ نَاصِرٌ  #  وَعِنْدَ سِرَاطِ وَ السِّرَاطِ لِقُنْبُلاً

Pada bait pertama bab surotu ummil qur’an, lafal مَالِكِ , dengan isbat alif dinisbatkan pada  rumus  ر   dan  ن  { dari kalimat رَاوِيْهِ نَاصِرٌ   } yang bermaqsud pada  Imam Kisa-i dan Imam Asim.Ini berarti bahwa dua riwayat Kisai, yaitu Abul Harist dan Duri Kisa-i serta dua riwayat  ‘Ashim ya’ni  Syu’bah dan Hafs membaca dengan isbat alif, sementara Imam Tujuh yang lainya membaca dengan tanpa alif.

Kemudian pada kalimat سِرَاطِ وَ السِّرَاطِ  dengan sin  dinisbatkan pada riwayat qunbul , ini berarti bahwa qunbul yang membaca dengan sin sementara riwayat  dari Qiroat Ibn Katsir yang lain yaitu Bazzi tidak.

Para ‘Ulama’ berpendapat bahwa merupakan fardhu kifayah mempelajari dan mengajarkan Ilmu Qiroat tersebut .Oleh karena itulah, dan supaya khasanah ilmu yang merupakan ajallul ‘ilmi ini tidak punah ,sudah sangat tepat apabila Komisi Fatwa Majelis ‘Ulama’ Indonesia dalam sidangnya tanggal 2 Maret 1983 memutuskan bahwa :

  1. Qiroat Tujuh adalah sebagian ilmu dari ‘Ulumul Qur’an  yang wajib dikembangkan dan dipertahankan eksistensinya.
  2. Pembacaan Qiroat Tujuh dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah.

 

BAB ISTI’ADZAH

إِذَا مَا أَرَدْتَ الدَّهْرَ تَقْرأُ فَسْتَعِذْ  #  مِنَ الشَّيْطَانِ بِاللهِ مُسْجَلاً

عَلَى مَا أَتَى فِي النَّحْلِ يُسْرًا وَ إِنْ تَزِدْ  #  لِرَبِّكَ تَنْزِيْهًا فَلَسْتَ مُجَهَّلاً

Jumhur ‘ulama’ dan ahli ada’ berpendapat bahwa dalam Suroh An-Nahl ayat 98 membaca isti’adzah  merupakan perintah sunnah Adapun sigotnya yang terpilih adalah seperti yang tersebut dalam Suroh An-Nahl ayat 98

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الِشََّيْطَانِ  الرَّجِيْمِ

Dan sighot tersebut boleh juga ditambah  semisal :

أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الِشََّيْطَانِ  الرَّجِيْمِ

أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الِشََّيْطَانِ  الرَّجِيْمِ

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الِشََّيْطَانِ  الرَّجِيْمِ إِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ

Kemudian menurut madzhab yang terpilih dalam isti’adzah ini seluruh imam  tujuh membaca  dengan jahr, hanya ada beberapa tempat disunnahkan untuk membacanya dengan samar , ya’ni ::

1.      Jika membaca Al-Qur’an dengan samara.

2.      Jika  pembaca dalam keadaan sepi / sendirian

3.      Jika pembaca ada  di dalam Solat

4.      Jika pembaca bukan pembaca yang pertama kali pada saat tadarus.

 

 

BAB BASMALAH

وَ مَهْمَا تَصِلْهَا أَوْ بَدَأْتَ بَرَأَةً  #  لِتَنْزِيْلِهَا بِالسَّيْفِ لَسْتَ مُبَسْمِلاً

وَلاَ بُدَّ مِنْهَا فِيْ ابْتِدَائِكَ سُوْرَةً  # سِوَاهَا وَفِي الأَجْزَاءِ خَيَّرَ مَنْ تَلاَ

Seluruh Qiro’at  sepakat  membaca basmalah pada setiap bacaan yang dimulai dari awal surat, kecuali Awal Surat Taubah. Kemudian jika membaca tidak dari awal surat, boleh membaaca basmalah boleh juga tidak, baik Surat  Taubah ataupun yang lainya.

Adapun cara membaca isti’adzah, basmalah , dan awal surat ada 4 :

1.      Isti’adzah , waqof, basmalah, waqof, awal surat.

2.      Isti’adzah, waqof, basmalah washol dengan awal surat.

3.      Isti’adzah washol dengan basmalah, waqof, awal surat.

4.      Isti’adzah washol dengan basmalah dan awal surat sekaligus.

 

Apabila membaca tidak dari awal surat dengan memakai basmalah, maka boleh dengan 4 cara diatas, dan apabila tidak memakai basmalah maka boleh waqof ataupun washol antara isti’adzah dengan pertengahan surat tersebut.

وَبَسْمَلَ بَيْنَ السُّوْرَتَيْنِ بِسُنَّةٍ  #  رِجَالٌ نَمَوْهَا دِرْيَةً وَتَحَمُّلاً

وَوَصْلُكَ  بَيْنَ السُّوْرَتَيْنِ فَصَاحَةٌ  # وَصِلْ وَاسْكُتَنْ كُلٌّ جَلاَيَهُ حَصَّلاَ

وَ مَهْمَا تَصِلْهَا مَعْ أَوَاخِرِ سُوْرَةٍ  #  فَلاَ تَقِفَنَّ الدَّهْرَ فِيْهَا لفَتَشْقُلاَ

Kemudian cara  menyambung antara dua surat  ada perbedaan diantara Imam Tujuh, rincianya :

1.      Qolun, Ibnu Katsir, ‘Ashim, dan Kisa-i dengan isbatul basmalah.

2.      Hamzah membaca tanpa basmalah.

3.      Warsyi, Abu ‘Amr, dan Ibn ‘Amir membaca dengan 3 cara :

a.       Dengan isbatul basmalah.

b.      Dengan tanpa basmalah.

c.       Dengan sakat tanpa basmalah.

.

Untuk yang memakai basmalah diantara dua surat { selain Hamzah } maka ada 3 cara / wajah yang diperbolehkan :

1.      Akhir surat, waqof, basmalah, waqof, awal surat.

2.      Akhir surat, waqof, basmalah washol dengan awal surat.

3.   Akhir surat washol dengan basmalah dan awal surat.

Adapun  mewasholkan akhir surat dengan basmalah saja tidak diperbolehkan.

Khusus untuk Surat Al-Anfal / surat-surat sebelumnya  jika disambung dengan Surat

Taubah bagi semua qiroat mempunyai  3 wajah , waqof, saktah, dan washol.

 

 

 

Daftar Pustaka :

1.      Taqribul Ma’aniy, sayyid lasyin abul farhdan kholid Muhammad al-hafidz, daruzzaman

2.      Sirojul Qori’ Al mubtadi’ wa Tidzkarul Muqri’ Al Muntaha, imam abil qosim ali bin ustman, darulfikri.

3.      At Taisir, imam abi  amr ustman bin sa’id addani, haromain.

4.      Fadhul Barakat, kyai arwani  , barokah toyyibah.

5.      Kaidah Qiroat tujuh, ahmad fathoni lc, ma , darul ‘ulum press.

6.      Al Qiroatul ‘Asyril Mutawatiroh,  alawi bin Muhammad, darulmuhajir.

7.      Mabahitsu ‘Ulumul Qur’an, manna’ al qoththon, masyru’atul asril hadist.

8.      An Nasyr, aljazari, darulkutub.

9.      Al Wafi, abdul fattah alqodhi,  Abdurrahman libanon.

10.  Ibrozul Ma’aniy, Abdurrahman bin ibrohim, haromain.

Make a Free Website with Yola.